Thursday, September 15, 2016

Mengapa Wahabi menganggap Wali Songo Fiktif atau tidak ada…??? Apa maksud di balik pernyataan tersebut…???. Silahkan kalian baca penjelasan Agus Sunyoto (Wakil Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi-NU) berikut kisahnya ini…!!!.



Perjuangan Walisongo adalah kenyataan histori dalam penyebaran Islam di Nusantara, terutama pulau Jawa. Kesuksesannya yang gemilang tak terlepas dari kiat mereka lewat jalur kultural. Tidak ada pertumpahan darah serta inkuisisi.
Oleh karena itu perjuangannya selamanya dikenang. Makamnya senantiasa diziarahi oleh seluruh muslim. Namun perjuangan sembilan ulama itu, dikira sepi oleh sekumpulan orang. Hal semacam itu dapat di buktikan dengan absennya Walisongo dari Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Agus Sunyoto sebagai salah seseorang sejarawan Nusantara terasa cemas dengan keadaan ini. Menurut dia, lambat-laun peristiwa Walisongo dapat hilang dari ingatan orang, atau mungkin saja dikira dongeng belaka.
Kecemasan Wakil Ketua Instansi Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi-NU) ini menghasilkan buku berjudul “Walisongo Rekonstruksi Histori yang Disingkirkan” setebal 282 halaman.
Saat Agus Sunyoto bertandang ke kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Rabu, (15/2) Abdullah Alawi dari NU On-line berhasil mewawancarainya tentang penulisan buku itu. Tersebut petikannya.
Belum lama ini mas Agus menulis buku Wali Songo, Rekonstruksi Peristiwa yang Disingkirkan. Apa maksud menulis buku itu?
Awalannya saat saya membaca buku Ensiklopedi Islam terbitan Van Hoeve itu. Nyatanya entri Walisongo tak ada. Demak itu cuma disinggung dua. Kesultanan Demak & masjid Demak. Itu juga singkat sekali. Yang terlihat jadi tiga serangkai Wahabi yang membawa faham Wahabi ke Indonesia. Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang sebagai pembawa ajaran Islam.
Reputasi orang itu dalam peristiwa perjuangan menyebarkan Islam itu bagaimana?
Yang menyebabkan pecahnya Perang Paderi. Reputasi apa? Orang yang tidak sama pandangan dipateni (dibunuh, red).
Bila kita baca Ensiklopedi Islam itu, secara tidak langsung, kita diarahkan untuk berasumsi kalau Islam yang disebarkan di Nusantara itu oleh Wahabi. Demikian, ya?
Iya. Serta itu yang dimasukkan. Itu kan group Sumatera Tawalib. Orang sana itu, madrasah-madrasah Wahabi itu, Persis itu masuk, Al-Irsyad itu masuk. Resulusi Jihad itu tidak ada. Komite Hijaznya NU itu tidak ada.
Dampaknya untuk orang-orang apa itu, Pak?
Ya lambat-laun Walisongo dikira tidak pernah ada. Islam yg ada saat ini itu dikira ahistori.
Tanda-tanda apakah yang dimaksud mas?

Kita tinggal menanti dua puluh th. lagi. Bila Walisongo itu telah tak ditulis di ensiklopedi, dua puluh th. lagi, telah terang di anggap dongeng. Tiada sebenarnya. Tdk disadari. Eksistensinya tdk disadari.
Itu memanglah systematis?
Iya systematis. Ada usaha systematis untuk menghilangkkan Walisongo.
Maksud mereka apa itu?
Ya, mereka kan berasumsi Walisongo itu tak sefaham dengan mereka serta mereka membikin seolah-olah yang membawa (Islam) ke sini yaitu Wahabi.

Namun itu berarti Islam baru berkembang 1803. Sebelumnya itu, tidak ada Islam bermakna. Itu pemalsuan histori. Pemalsuan histori yang tidak cerdas!
Apa lantaran tipikal Walisongo yang menebarkan Islam lewat pendekatan budaya? Serta itu bersebrangan dengan faham mereka?
Iya. Mereka kan bila perlu, semuanya yang bersebrangan faham dengan mereka kan dibunuh saja. Kalau faham merekalah yang benar. Lantaran mereka menghalalkan semua langkah. Bila bukanlah group mereka, ya disingkirkan. Sayangnya mereka minoritas.
Dalam histori, Islam yang diterima di orang-orang itu selamanya pendekatan budaya. Bukan hanya Walisongo. Di Sumatera ada tokoh Aria Damar. Dia kan aslinya penganut Shiwa Budha. Dakwah Islam di Palembang & sekitarnya itu, saat yang dakwah itu orang yang dari Arab Said Syarif Hidayatullah itu, itu tidak ada orang yang ingin terima.
Said Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati?
Bukanlah, mertuanya Ario Damar. Nah, saat Ario Damar yg mengajak pada beberapa orang yang berpedoman Budha, baru mereka sudi ikuti Islam.
Strateginya bagaimana? Seperti Walisongo juga?
Iya.
Pendekatan budaya juga?
Iya. Begini, banyak orang tidak mau saat yang menebarkan Islam itu Syarif Hidayatullah. Mengapa? Palembang itu pusatnya Sriwijaya beratus-ratus tahun. Di situ Budha. Bagaimana langkahnya dapat Islam? Baru dapat sesudah Ario Damar yang berpedoman Shwa Budha itu memeluk Islam serta mengajak orang. Tetaplah dengan pendekatan kultural. Apa dengan mengajarkan pengetahuan, pertanian, kesenia. Banyak. Ario Damar itu kan raja muda disana. Harus melalui budaya, beberapa macam.
Di daerah lain juga harus yang di terima itu dengan pendekatan budaya? Sulawesi, Kalimantan juga?
Iya. Misalnya di Jawa. Sunan Ampel itu datang dari Campa, Vietnam. Beliau tidak demikian memahami budaya Jawa. Menikah dengan orang Jawa, melahirkan anak : Sunan Bonang, umpamanya. Beliau dididik sebagai keluarga bangsawan Jawa. Dari keluarga ibunya kan. Karenanya dia dapat menulis tembang beberapa macam. Sunan Ampel tidak dapat. Tidak ada warisannya lantaran memanglah bukan orang Jawa.
Jadi, orang pribumi yang berkreasi?
Iya. Orang pribumi.
Mas, Keunggulan buku ini, menurut mas Agus sendiri di banding dengan buku-buku lain yang menulis Walisongo.
Buku-buku Walisongo itu kan ditulis dalam bentuk dongeng, beberapa cerita, legenda. Nah, saya masukan inskripsi-inskripsi yang ada di makam-makam, umpamanya makam Malik Ibrahim, ada. Atau prasatinya. Kapan tokoh itu, siapa tokoh itu? Bukanlah menurut dongeng.
Tiap-tiap makam itu ada inskripsinya ya?
Tidak. Tidak tiap-tiap makam ada. Namun sebagian makam ada inskripsinya.
Itu kan ensiklopedi yang terbit th. 1995, mengapa baru direspon saat ini?
Lantaran ngak tahu. Belum pernah baca itu. Baru tahun tahun 2010.
Bagaiamana ketemunya Van Hoeve sama Wahabi? Persinggungannya itu?

Mungkin saja saja Van Hoeve tidak mengerti. Dikarenakan dia hanya penerbit. Beberapa orang yang menulisnya. (Agus Sunyoto mengatakan beberapa penulisnya)


sumber : http://www.rumah-islam.com/2016/08/mengapa-wahabi-menganggap-wali-songo.html

0 comments:

Post a Comment